Penantian panjang selama 22 tahun itu usai sudah kala tendangan kaki kiri penyerang sayap kiri Ilham Udin Armaiyn mampu memperdaya sang kiper lawan. Sorak-sorai Penonton yang hadir di stadion dan juga seluruh pemirsa yang menyaksikan siaran langsung Final AFF Cup 2013 beberapa waktu yang lalu begitu bergemuruh menyambut kemenangan para penggawa muda Timnas U-19 yang dipimpin Evan Dimas di lapangan serta diarsiteki Sang Coach Indra Syafri. Ditambah lagi suasana heroik tersebut dibumbui oleh sang komentator pembakar semangat bagi para pemirsa TV di rumah yang tentunya menjadi begitu membuat adrenalin kita turun naik menyaksikan pertandingan yang sangat ketat tersebut.
Saya masih ingat sekali dengan prestasi terakhir yang berhasil diukir para pemain timnas di tahun 1991 saat Sea Games di Manila Filipina, itulah saat terakhir Timnas Garuda berhasil mengangkat tropi di cabang olahraga yang paling terkenal sejagad itu. Tentunya penantian panjang sampai akhirnya di tahun 2013 ini yang sangat mengejutkan ketika prestasi itu justru datang dari para pemain muda timnaslah yang mampu mempersembahkan tropi berikutnya di cabang sepakbola. Berbagai kegagalan demi kegagalan seolah menghantui pemain timnas meski sudah mencapai final selalu dan selalu gagal, dan yang lebih miris lagi timnas kita sering kalah melawan negeri tetangga yang ternyata sejak beberapa tahun terakhir telah cukup berhasil melakukan pembinaan pemain-pemain sepakbola mudanya sejak usia dini.
Lalu apa yang bisa kita ambil hikmah dari peristiwa ini, apalagi jika dihubungkan dengan tugas kita selaku guru? Paling tidak ada tiga hal yang bisa kita ambil hikmahnya dari keberhasilan anak-anak muda Timnas U-19 tersebut. Antara lain:
- Kita bisa belajar bagaimana seorang Coach Indra Syafri beserta seluruh jajaran tim pelatih lainnya mampu mempersiapkan mental dan karakter pemain selama dua tahun terakhir bahkan saat dari satu pertandingan ke pertandingan lain selama 12 hari para pemain timnas U-19 tersebut menguras tenaga dan energi serta mental bertanding yang harus mereka lakukan setiap selang dua hari, tentunya hal itu bukanlah tugas yang mudah. Butuh bukan hanya sekedar strategi dan taktik dari sang pelatih, namun juga bagaimana menjaga ritme dan bioritmik para pemain agar selalu mampu menjaga performance mereka di lapangan.
- Bahwa untuk mencapai suatu keberhasilan tidaklah bisa dilakukan dengan cara yang instan, butuh waktu dan program yang jelas serta persatuan dalam menjalankan program tersebut.
- Bagaimana sang komentator beserta tim kreatif di TV swasta yang menyiarkan pertandingan tersebut mampu ‘menemani’ para pemirsa TV untuk sekaligus mengajak berdoa memberikan dukungan kepada para pahlawan muda tersebut berhasil di lapangan. Ada hal yang menarik bagaimana sang komentator ketika diwawancara, ia mengatakan bahwa ia dan tim kreatifnya memang berencana membawakan sesuatu yang baru dalam dunia kepenyiaran terutama siaran sepakbola, dimana ia telah mempersiapkan sebaik mungkin tentang kata-kata yang harus ia lontarkan saat siaran berlangsung. Sungguh ide yang kreatif dan brilian, sehingga dampaknya sungguh luar biasa bagi para penikmat sepakbola di negeri ini. Terkadang ia menyelipkan beberapa kata-kata para pahlawan nasional seperti Bung Karno, Bung Tomo dan beberapa kutipan para pahlawan lainnya yang dia anggap mampu membakar semangat para penonton di TV sehingga membuat pemirsa larut dalam doa yang tiada henti yang dipanjatkan buat para pemain Timnas U-19. Istilah Jebret…Jebret…Jebret…! yang awalnya sempat dihujat di dunia maya berbalik menjadi sesuatu yang dianggap mampu membangkitkan rasa nasionalisme bangsa ini. Seperti yang dilontarkan oleh sang komentator bahwa ia memang mempelajari terlebih dahulu beberapa kutipan terkenal milik para pahlawan serta istilah yang berbeda yang dianggap mampu membangkitkan semangat nasionalisme. Video saat komentator membakar semangat pemirsa TV bisa lihat disini.
Lalu, apa hubungannya buat kita selaku guru? Kalau menurut saya kita seharusnya bisa belajar dari hal ini. Dalam konteks keguruan, seharusnya para guru secara kompak menampilkan ‘energi’ yang sama dalam memberi semangat dan mengapresiasi setiap prestasi siswanya, sekecil apa pun prestasi siswa tersebut. Pihak sekolah terutama guru seyogyanya memiliki program yang mampu menjaga ritme motivasi belajar siswa di berbagai momen, misalnya saat upacara bendera, saat mengajar di kelas, saat mengisi kegiatan ekskul dan lain-lain.
Demikian juga seorang guru tidak hanya mampu mentransfer ilmu tapi juga sedianya mampu membakar semangat para anak didiknya untuk memiliki mental yang tangguh serta memiliki karakter baja dalam menghadapi berbagai persoalan. Karena, tujuan pendidikan yang paling utama antara lain pembentukan karakter yang tangguh sambil tetap memiliki rasa kesyukuran dan rasa berketuhanan yang tinggi. Seperti halnya sang komentator TV tersebut, maka kita sebagai guru idealnya juga menampilkan suara yang bersemangat kala mengajar dan bila perlu memiliki beberapa jargon yang barangkali bisa menjadi semacam ciri khas bagi pembangkitan semangat dan motivasi belajar siswa. Nah, saya pikir sebenarnya kita pun sudah memiliki kebiasaan ini di kelas kita masing-masing, namun dari keberhasilan timnas ini tentunya kita sebagai guru diharapkan memiliki konsitensi dan niat yang kuat untuk terus menjaga semangat belajar anak didik kita. Karena dengan semangat dan motivasi yang besar materi pelajaran apapun maka para siswa akan dengan senang hati ‘melahapnya’!
Indonesia Bisa! Indonesia Juara!
Salam Jebret!