Malam ini saya merenung. Mengingat kembali apa yang telah saya lakukan hari ini. Letih rasanya semua badan. Tetapi karena hidup adalah perbuatan, maka semua itu harus dilalui. Pergi pagi pulang malam hari. Meninggalkan anakistri demi mencari sesuap nasi. Semua itu saya lakukan dengan niat ibadah kepada Allah.
Mohon maaf bila saya terlalu NARSIS menceritakan ini. Tak ada niat lain, selain ingin berbagi pengalaman hari ini. Mungkin apa yang saya alami sama dengan yang anda alami, sehingga waktu bersama keluarga menjadi sangat singkat dan tanpa kita sadari, kita telah terjebak dalam rutinitas kerja yang melupakan keluarga kita masing-masing.
Saya teringat kembali waktu pagi hari terbangun. Masih pukul 04.00 pagi. Saya gunakan kesempatan itu untuk pergi ke kamar mandi dan langsung mandi. Dinginnya udara pagi hari tak dirasakan lagi karena sudah terbiasa mandi air dingin. Setelah mandi, seperti biasa saya langsung berpakain lalu bergegas ke masjid untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah. Pada saat pergi untuk sholat subuh itu biasanya saya sudah berpakaian dinas lengkap, dan siap untuk berangkat ke sekolah. Setelah sholat subuh sekitar pukul 05.00 pagi saya langsung bergegas menyiapkan barang bawaan dan juga tas yang isinya laptop dan beberapa buku.
Seperti biasa istri kedua saya (baca sepeda motor) telah siap mengantarkan saya ke sekolah. Perjalanan dari rumah ke sekolah sekitar 45 menit bila tidak macet, dan bila macet, bisa lebih dari satu jam. Karena itu saya selalu membiasakan berangkat lebih pagi agar tak terjebak kemacetan Jakarta.
Apalagi ini adalah hari terakhir saya mengawas Ujian Nasional di sekolah lain. Bila sampai terlambat akan membuat citra sekolah akan malu. Karena itu saya jaga institusi saya ini baik-baik di mata teman-teman pengawas UN agar saya tak terlambat.
Sesampai di sekolah, jam telah menunjukkan hampir pukul 06.00 pg. Saya sarapan pagi dulu bersama teman-teman pengawas lainnya yang berasal dari sekolah lain. Selesai makan pagi, saya langsung tancap gas bergegas ke SMPN tempat saya mengawas.
Sekitar jam 7.00 pagi saya telah sampai di sekolah tempat saya mengawas UN. Lalu mengobrollah saya dengan pengawas UN lainnya sambil menunggu waktu bel dimulainya UN. Pukul 07.20 kami masuk ruangan dan membagikan soal dan LJK kepada siswa yang berjumlah 20 orang.
Selama jam mengawas itu, saya menyempatkan diri sedikit demi sedikit menulis untuk buku pengayaan TIK SMP yang akan saya buat. Alhamdulillah jadi juga outlinenya. Sambil mengawas itu, saya coba memanfaatkan waktu dengan banyak menulis di kertas menggunakan pensil. Apa yang saya ingat, itu yang saya tulis.Pokoknya menulis saja dulu urusan editing nanti belakangan.
Bel berbunyi tanda waktu UN hari ini telah selesai. Jam dinding telah menunjukkan pukul 09.30 pagi. Setelah menyerahkan soal dan LJK UN kepada panitia, sayapun pamit dan kembali ke sekolah.
Telah banyak tugas sekolah menanti. Mulai dari pembuatan instrumen penelitian yang belum selesai, menyelesaikan buku TIK, persiapan ujian semester, dan seperti biasanya “ngenet” sebentar untuk membaca blog keroyokan Kompasiana.
Tak terasa waktu sholat dzuhur tiba, dan saya pun berhenti sejenak dari rutinitas kerja. Pergi ke masjid sekolah untuk melakukan sholat berjamaah.
Selesai sholat dan makan siang, saya pun kembali bekerja.Tekun dan fokus dengan pekerjaan saya.
Sedang asyiknya melanjutkan pekerjaan, saya dikejutkan dengan bunyi suara handphone. Lalu terdengar suara di telinga saya, “Jay kita telah ditunggu rapat dengan Prof. Atwi.” Masya Allah saya lupa kalau hari ini ada rapat jam 2 siang di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNJ. Lalu segeralah saya pergi menuju tempat itu. Rapat ternyata telah dimulai dan saya termasuk orang yang datang terlambat.
Malu juga rasanya, karena tak tepat waktu. Prof Atwi telah memulai rapat, dan tampak peserta rapat sangat serius mendengar beliau bicara. Saya masih ingat perkataan beliau,” seminar nasional ini harus sukses dan kita perlu berpikir dan bekerja keras agar seminar ini dapat berjalan dengan baik, mengingat waktunya yang tinggal sebentar lagi”, begitu kata Prof Atwi Suparman, Mantan Rektor UT ini mengingatkan kami.
Lama juga saya menjadi pendengar yang baik, dan akhirnya saya pun dapat berinteraksi dalam rapat itu dan memberikan sedikit masukan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan baik.
Lagi-lagi tanpa terasa waktu telah menunjukkan hampir pukul 5 sore. Saya lupa belum sholat Ashar. Rapat yang alot membuat saya terlupa bahwa waktu sholat sebentar lagi habis.
Pergilah saya ke masjid kampus sebentar. Selang 10 menit, lalu bergabunglah saya kembali dalam rapat itu. Diskusi rapat makin seru, dan terjadilah “dead lock”. Kita belum juga ada kata sepakat.
Rapat selesai mendekati magrib. Tak berapa lama adzan magrib berkumandang, saya pun sholat berjamah di masjid kampus. Selesai sholat, saya kembali ke ruang kerja saya mengemasi barang-barang bawaan lalu pulang dengan semangat 45. (Horee bisa pulang).
Macetnya Jakarta mengiringi perjalanan pulang saya. Sesampai di dekat rumah, adzan isya berkumandang. Saya sempatkan mampir untuk sholat isya di masjid. Setelah itu baru kemudian saya pulang ke rumah.
Jam telah menunjukkan pukul 19.45 malam. Rupa-rupanya, si bungsu belum dibelikan susu, si sulung belum dibelikan Chiki, maka setelah mandi saya antar putri bungsu saya membeli susu di supermarket.
Alangkah bahagianya mereka. Bukan karena dibelikan barang atau makanan oleh ayahnya, tetapi karena bisa pergi bersama ayah. Bagi mereka bisa pergi bersama, dan makan bersama sudah merupakan suatu kebahagiaan. Kebahagian itu sederhana.
Begitu cepatnya waktu berlalu. Rutinitas kerja telah membawa saya kepada kegiatan yang sangat padat dan melupakan keluarga yang telah menunggu. Menunggu ayahnya yang terjebak rutinitas kerja. Maafkan ayah, semoga besok bisa pulang lebih cepat dan bisa berkumpul bersama kalian lebih banyak. Wahai para pembaca, apakah anda juga terjebak dengan rutinitas kerja?
NB: Tulisan di atas adalah tulisan lama (2009) yang saya posting kembali. Semoga bermanfaat buat teman-teman guru agar disiplin masalah waktu.
Salam Blogger Persahabatan
Omjay