Quantcast
Channel: Teknologi – Guraru
Viewing all articles
Browse latest Browse all 663

Buku Pornografi, siapa yang salah?

$
0
0

Buku Pornografi, siapa yang salah?

Tuti Alawiyah

         Akhir-akhir ini dunia pendidikan dikota Bogor di hebohkan dengan pemberitaan buku paket pelajaran Bahasa Indonesia untuk siswa kelas VI yang mengandung unsur pornografi. Buku paket tersebut ditemukan di dua Sekolah  Dasar Negeri. Sebenarnya kejadian ini bukan informasi baru, mengingat sebelumnya mungkin kita masih ingat beberapa waktu yang lalu kita juga di kejutkan dengan berita artis bintang porno Jepang  Maria Ozawa atau Miyabi muncul di LKS siswa SMP tepatnya pada LKS Bahasa Inggris untuk SMP kelas IX. LKS tersebut  awalnya ditemukan di salah satu SMP Islam di Kota Mojokerto.

         Sebagai seorang pendidik tentu saja, kita harus prihatin, kenapa hal ini bisa terjadi. Padahal bukankah buku-buku yang menjadi pegangan siswa atau guru di sekolah yang berasal dari penerbit atau percetakan sudah melalui seleksi dari guru atau sekolah terlebih dahulu sebelum dibagikan ke siswanya.Tapi kenapa bisa lolos, artinya buku paket yang mengandung pornografi ini bisa berada ke tangan siswa  Atau wali murid. Siapakah pihak yang bertanggung jawab? Apakah Penerbit,  Sekolah  dalam hal ini guru,   orang tua murid atau dinas pendidikan dalam hal ini pengawas?

Dalam tulisan ini tidak bermaksud mencari kambing hitam siapa yang salah? tapi marilah peristiwa ini  kita jadikan sebagai evaluasi dalam dunia pendidikan, agar kedepannya tidak terjadi lagi hal yang serupa, ibarat pepatah pengalaman adalah guru yang terbaik.

         Buku paket sejatinya adalah salah satu sumber belajar yang bisa digunakan untuk membantu dalam kegiatan proses belajar mengajar. Hak setiap siswa untuk mendapatkan buku yang bermutu dan berkualitas agar tujuan pendidikan sebagaimana yang termaktub dalam UU No.20 tahun 2003 pasal 3 dapat tercapai, yaitu “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rokhani, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

           Nah dengan demikian siapapun yang membuat buku harus memiliki tanggung jawab moral agar buku yang dibuat nya harus bisa melahirkan buku-buku yang berkualitas yaitu yang bisa menghantarkan siswa ke arah tujuan pendidikan tersebut. Disinilah peran penyusun buku tidak hanya sekedar membuat buku, kemudian laku terjual, tetapi harus memperhatikan komponen- komponen yang dapat memberikan ilmu juga mendidik. Tentu saja disini tidak terlepas dari peranan penerbit dalam hal ini editor, harus bekerja maksimal dalam mengedit atau menseleksi buku-buku yang akan diterbitkannya.

         Seleksi buku tidak hanya sampai tingkat penerbit, seharusnya seleksi ini harus dilanjutkan di tingkat sekolah. Kenapa perlu dilakukan  di tingkat sekolah karena gurulah yang mengetahui, buku mana yang sesuai dengan kurikulum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah atau sekolah tersebut, gurulah yang mengetahui mana yang akan diajarkan atau disampaikan kepada siswanya, gurulah yang mengetahui Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), indikator dan sebagainya dari pelajaran yang akan disampaikannya. Jadi mestinya sekolah harus melibatkan guru dalam penseleksian, buku mana yang akan dijadikan rujukan disekolahnya.

         Sebenarnya untuk masalah seleksi buku sudah cukup dilakukan sampai tingkat sekolah. Hanya saja, perlu kita ingat kembali dalam hal peningkatan mutu pendidikan nasional  pemerintah telah menetapkan  delapan Standar Nasional Pendidikan ( NSP) yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia  No.19 tahun 2005. Kedelapan standar tersebut adalah : (1) standar isi (2) standar proses (3) standar kompetensi lulusan (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan (5) standar sarana dan prasarana pendidikan  (6) standar pengelolaan pendidikan ( 7) standar pembiayaan pendidikan dan (8) standar penilaian pendidikan.  Menurut Nana Sudjana, dkk ( Pemantauan Pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan, 2012) Standar Nasional Pendidikan di atas merupakan kriteria minimal mutu pendidikan nasional sehingga ketercapaiannya di sekolah harus selalu dipantau dan nilai secara berkelanjutan.

        Siapakah yang bertugas melakukan pemantauan tersebut ? dalam buku diatas, dijelaskan lebih lanjut bahwa yang  melakukan pemantauan dan penilaian pelaksanaan Standar  Nasional Pendidikan disetiap sekolah adalah menjadi tanggung jawab pengawas sekolah sebagai bagian dari kegiatan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial.  Pemantauan dapat berupa kegiatan mengamati, merekam, mencatat  suatu peristiwa atau kejadian yang berhubungan  dengan pelaksanaan delapan standar nasional yang menjadi tanggung jawab guru maupun kepala sekolah. Berarti disinilah harus ada kerjasama secara sinergis antara guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah, selaku tenaga pendidik dan kependidikan yang memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan.

           Dengan demikian, dalam hal penggunaan buku paket untuk siswa, seluruh unsur terkait dapat bekerjasama sesuai dengan fungsinya masing-masing, penyusun dan penerbit  selaku pembuat buku,  sekolah dalam hal ini guru selaku pengguna buku , maupun pengawas sekolah selaku pemantau pelaksanaan standar  nasional pendidikan. Sehingga dengan adanya kerjasama semua pihak baik dari unsur pendidikan, maupun elemen masyarakat termasuk wali murid,komite sekolah,  kita semua berharap akan meningkatnya mutu pendidikan di Indonesia khususnya di kota Bogor sebagaimana tujuan pendidikan nasional diatas.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 663

Trending Articles